PENGENDALIAN SOSIAL
(SOCIAL CONTROL)
Akhir-akhir ini sering kita membaca, mendengar dan melihat banyak
terjadi kasus penyimpangan di masyarakat. Pembunuhan, mutilasi,
pemerkosaan, penipuan, narkoba dan sebagainya, selalu menjadi berita
utama di media massa. Masyarakat semakin dibuat resah dengan berbagai
peristiwa tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan, baik secara
preventif maupun represif, untuk mengendalikan berbagai penyimpangan
yang terjadi di masyarakat.
Berbagai analisa bergulir terhadap
terjadinya sebuah kasus, tetapi terkadang tindakan solutif dan preventif
tidak terealisasi. Artinya, penyimpangan sosial tetap menjadi tontonan
dan momok bagi masyarakat. Timbul pertanyaan, mengapa banyak terjadi
penyimpangan sosial?
Bisakah terbentuk sebuah masyarakat tanpa penyimpangan?
Upaya untuk mengantisipasi dan memberikan solusi terhadap penyimpangan
sosial dikenal dengan pengendalian sosial (social control).
Pengendalian sosial merupakan sebuah proses yang direncanakan atau
tidak direncanakan dengan tujuan mengajak, membimbing, bahkan memaksa
masyarakat agar mematuhi nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku,
atau dengan kata lain pengendalian sosial merupakan tindakan pengawasan
terhadap perilaku anggota masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan.
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain.
Interkasi sosial merupakan bentuk dari hubungan antar manusia yang
saling membutuhkan. Dalam berinteraksi tersebut tidak jarang timbul
masalah, misalnya terjadi beda pendapat, salah paham, berselisih dam
kemudian berkelahi.
Adu fisik terkadang dianggap sebagai alternatif
penyelesaian masalah, padahal kenyataannya justru menambah masalah baru.
Benar tidak ? Pernahkah kalian berbuat seperti itu? Bagaimana sikap
kita jika timbul masalah dengan orang lain? Tentunya kita semua berharap
masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan akan kembali pada
situasi dan kondisi semula, sehingga akan terwujud suatu keseimbangan
sosial (social equilibrium).
Hal penting yang perlu diperhatikan, bahhwa
untuk menciptakan keseimbangan sosial tersebut diperlukan upaya-upaya
menghilangkan penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi di
masyarakat. Perhatikan gambar berikut ini. Gambar disamping adalah pihak
keamanan atau kepolisian yang merupakan salah satu agen dalam
pengendalian sosial, dimana kepolisian memiliki tugas dan tanggung jawab
untuk menghilangkan berbagai bentuk penyimpangan di masyarakat dengan
tujuan terciptanya keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
A. DEFINISI PENGENDALIAN SOSIAL
Social control
atau pengendalian sosial adalah sesuatu yang nyata dilakukan oleh
masyarakat sebagai bentuk upaya untuk menciptakan kondisi yang mereka
inginkan. Ada beberapa pendapat tentang definisi pengendalian sosial,
antara lain:
Astrid S. Susanto mengemukakan, bahwa pengendalian sosial adalah kontrol
yang bersifat psikologis dan nonfisik karena merupakan “tekanan mental”
terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai
dengan penilaian dalam kelompok tersebut.
Joseph Roucek mengemukakan bahwa pengendalian sosial merupakan segala
proses, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan yang bersifat
mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi
kaidah/norma/aturan yang berlaku di masyarakat.
Menurut Berger, pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkananggotanya yang membangkang.
Karel Veeger
mendefinisikan pengendalian sosial sebagai kelanjutan dari proses
sosialisasi dan berhubungan dengan cara-cara dan metode-metode yang
dipergunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan
kehendak kelompok atau masyarakat, yang jika dijalankan secara efektif,
perilaku individu akan konsisten dengan tipe perilaku yang diharapkan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi
seimbang didalam masyarakat disebut pengendalian sosial (Social
Control).
Menurut Koentjaraningrat
, ada tiga proses sosial yang perlu mendapat pengendalian sosial,
yaitu:1.Ketegangan sosial yang terjadi antara adat-istiadat dan
kepentingan individu.2.Ketegangan sosial yang terjadi karena adanya
pertemuan antar golongan khusus.3.Ketegangan sosial yang terjadi karena
golongan yang melakukan penyimpangan secara sengaja menentang tata
kelakuan atau peraturan.
B. JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian sosial? Berdasarkan pihak
yang melakukan pengendalian soaial, jenis-jenis pengendalian sosial
terdiri dari:
1.Pengendalian individu terhadap individu lain.
Hal ini terjadi jika individu melakukan pengawasan terhadap individu
lain, baik disadari maupun tidak. Contohnya:Guru yang menasehati
muridnya yang berbuat kesalahan Amir menyuruh adiknya agar berhenti
berteriak-teriak. Tono mengawasi adiknya agar tidak berkelahi.
2.Pengawasan individu dengan kelompok.
Guru mengawasi ujian di kelas. Polisi mengatur lalu lintas. Bapak
memerintah anak-anaknya untuk segera belajar dari pada ribut terus.Dari
contoh di atas guru, polisi, dan bapak sebagai individu yang melakukan
pengendalian sosial terhadap kelompok individu, yaitu murid, pengguna
jalan dan anak-anak.
3.Pengawasan kelompok dengan individu.
Bapak dan Ibu Nabil selalu mengontrol perilaku anak tunggalnya. Kawanan
massa menghajar seorang pencopet. Tim gabungan polisi yang menangkap
seorang pengedar narkobaDari contoh di atas Bapak dan Ibu, kawanan massa
, dan tim gabungan polisi merupakan kelompok pengendali sosial terhadap
seorang individu, yaitu anak tunggal, seorang pencopet, dan pengedar
narkoba.
4.Pengawasan antar kelompok.
Contoh: Pengawasan oleh KPK kepada DPRDua perusahaan yang melakukan
joint venture (patungan) selalu melakukan saling pengawasan. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas). Dua atau lebih negara berkembang bergabung dalam pengawasan
peredaran obat-obatan terlarang. Dari contoh di atas, KPK, kelompok
orang dalam perusahaan, BPK dan Negara yang mengawasi atau sebagai
pengendali sosial kelompok lain yaitu DPR, perusahaan, Depdiknas dan
negara berkembang.
C. SIFAT PENGENDALIAN SOSIAL
Bagaimana masyarakat melakukan pengendalian sosial terhadap perilaku
anggotanya? Ada dua sifat yang dipakai dalam pengendalian sosial, yaitu :
1.Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran
, artinya mementingkan pada pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran.
Contoh: Seoarang bapak menasehati anaknya agar tidak merokok Untuk
mencegah anaknya berkelahi Ibu Amir menyuruh anak-anaknya tidak bermain
di luar rumah. Tidak bosan-bosannya guru menasehati murid-muridnya untuk
segera pulang dan tidak nongkrong-nongkrong dulu di jalanan; untuk
menghindari terjadinya tawuran pelajar, merokok atau terlibat narkoba.
2.Represif: adalah pengendalian sosial yang dilakukan setelah orang
melakukan suatu tindakan penyimpangan (deviasi). Pengendalian sosial ini
bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindakan
penyimpangan.Contoh pengendalian represif yang betul, misalnya :
Pemberian hukuman bagi seseorang yang melakukan pelanggaranHakim
menjatuhkan hukuman kepada terpidana. Pak Darmawan di PHK karena
korupsi.
D. TEKNIK PENGENDALIAN SOSIAL
Kita sering mendengar, membaca dan melihat banyaknya penyimpangan yang
terjadi di masyarakat. Terjadinya tawuran antara kelompok masyarakat
yang kadang-kadang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan),
pembunuhan, perampokan, kasus narkoba dan lain-lain. Dengan berbagai
peristiwa tersebut, apakah yang bisa kita lakukan? Bagaimana cara
pengendalian sosial yang sebaiknya dilakukan kelompok masyarakat
tersebut? Bagaimana cara Anda mengatasinya bila itu terjadi di
lingkungan Anda? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan reflektif yang
mengingatkan kita sebagai mahluk sosial.Bila dilihat dari segi cara
pengendaliannya, dapat dikelompokkan dalam beberapa cara/teknik, yaitu:
a. Persuasif
Persuasif merupakan cara pengendalian tanpa kekerasan. Cara pengendalian
lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota
masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan atau norma yang
berlaku di masyarakat, terkesan halus dan berupa ajakan atau himbauan.
Contoh:
1. Tokoh masyarakat membina warganya yang bertikai agar selalu hidup
rukun, menghargai sesama, mentaati peraturan, dan menjaga etika
pergaulan..
2.Seorang ibu dengan penuh kasih sayang menasehati anaknya
yang ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya
bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan orang
lain. Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia akan
menjadi orang terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
3. Guru membina dan menasehati muridnya yang ketahuan merokok di
sekolah. Dengan penuh kewibawaan dan kesabaran guru tersebut menanamkan
pengertian bahwa merokok itu merusak kesehatan, merugikan orang lain,
dan juga merupakan pemborosan.
b. Koersif
Cara koersif lebih menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan
kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak
melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras. Cara
ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara persuasif,
contoh:
1. Massa menghajar perampas sepeda motor agar jera. Tindakan tersebut
sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim sendiri. Namun
cara tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para perampas
sepeda motor lainnya takut untuk berbuat serupa.
2. Penerapan hukuman mati bagi pelaku kejahatan. Hal ini dilakukan agar
para pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat menjadi takut
untuk melakukan tindak kejahatan.
3.Orang tua yang menjewer telinga anaknya yang nakal. Hal ini dilakukan dengan harapan anaknya tidak melakukan kesalahan lagi.
E. CARA DAN BENTUK PENGENDALIAN SOSIAL
Robert M.Z Lawang
mengemukakan beberapa cara dan bentuk pengendalian sosial yang biasanya
dilakukan orang dalam suatu masyarakat untuk mengontrol perilaku orang
lain yang menyimpang, antara lain:
1.Desas-desus (Gosip), yaitu “kabar burung” atau “kabar angin” yang
kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial
ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang
diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan
perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan
norma dalam masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk
mengangkat popularitas seseorang, misalnya artis, pejabat, dsb.
2.Kekerasan Fisik, dilakukan sebagai alternatif terakhir dari
pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat
dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan
bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu. Contoh:
• Seorang bapak memukul anaknya karena membantah dan berani kepada orang tua.
• Rumah dukun santet dibakar.
• Petugas keamanan menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.
3.Hukuman
(Punishment), adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku
pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal
diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat.
4.Intimidasi, yaitu berhubungan dengan segala hal yang membuat pelaku
menjadi takut sehingga ia mengakui perbuatannya. Intimidasi biasanya
berupa ancaman, misalnya: penetapan hukuman mati
bagi pengedar narkoba
merupakan ancaman agar tidak ada lagi yang berani mengedarkan narkoba.
5.Ostratisme, yaitu pengendalian dengan cara pengucilan. Hal ini
dilakukan agar orang menyadari perbuatannya sehingga ia bisa berbaur
kembali dengan orang lain. Misalnya, anak yang sombong dikucilkan dan
dijauhi oleh teman-temannya.
F. FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Kalian sudah mempelajari dan memahami uraian tentang pengendalian
sosial, dan ternyata pada hakikatnya ada dua fungsi pengendalian sosial,
yaitu:
1. Meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma.
Usaha ini ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun non formal.
Melalui pendidikan formal ditanamkan kepada peserta didik kesadaran
untuk patuh aturan, sadar hukum dan sebagainya melalui mata
pelajaran-mata pelajaran yang ada. Melalui pendidikan non formal, mass
media dan alat-alat komunikasi menyadarkan warga masyarakat untuk
beretika baik, tertib lalu lintas, dan sebagainya.
2. Mempertebal kebaikan norma.
Hal ini dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan
legenda, hikayat-hikayat, cerita-cerita rakyat maupun cerita-cerita
agama yang memiliki nilai-nilai terpuji, contohnya cerita Malin Kundang,
cerita Nabi Sulaiman, dan sebagainya.