PENGENDALIAN SOSIAL
(SOCIAL CONTROL)
Akhir-akhir ini sering kita membaca, mendengar dan melihat banyak terjadi kasus penyimpangan di masyarakat. Pembunuhan, mutilasi, pemerkosaan, penipuan, narkoba dan sebagainya, selalu menjadi berita utama di media massa. Masyarakat semakin dibuat resah dengan berbagai peristiwa tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan, baik secara preventif maupun represif, untuk mengendalikan berbagai penyimpangan yang terjadi di masyarakat.
Berbagai analisa bergulir terhadap terjadinya sebuah kasus, tetapi terkadang tindakan solutif dan preventif tidak terealisasi. Artinya, penyimpangan sosial tetap menjadi tontonan dan momok bagi masyarakat. Timbul pertanyaan, mengapa banyak terjadi penyimpangan sosial?
Bisakah terbentuk sebuah masyarakat tanpa penyimpangan?
Upaya untuk mengantisipasi dan memberikan solusi terhadap penyimpangan sosial dikenal dengan pengendalian sosial (social control).
Pengendalian sosial merupakan sebuah proses yang direncanakan atau tidak direncanakan dengan tujuan mengajak, membimbing, bahkan memaksa masyarakat agar mematuhi nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku, atau dengan kata lain pengendalian sosial merupakan tindakan pengawasan terhadap perilaku anggota masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan.
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain. Interkasi sosial merupakan bentuk dari hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Dalam berinteraksi tersebut tidak jarang timbul masalah, misalnya terjadi beda pendapat, salah paham, berselisih dam kemudian berkelahi.
Adu fisik terkadang dianggap sebagai alternatif penyelesaian masalah, padahal kenyataannya justru menambah masalah baru. Benar tidak ? Pernahkah kalian berbuat seperti itu? Bagaimana sikap kita jika timbul masalah dengan orang lain? Tentunya kita semua berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan akan kembali pada situasi dan kondisi semula, sehingga akan terwujud suatu keseimbangan sosial (social equilibrium).
Hal penting yang perlu diperhatikan, bahhwa untuk menciptakan keseimbangan sosial tersebut diperlukan upaya-upaya menghilangkan penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Perhatikan gambar berikut ini. Gambar disamping adalah pihak keamanan atau kepolisian yang merupakan salah satu agen dalam pengendalian sosial, dimana kepolisian memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menghilangkan berbagai bentuk penyimpangan di masyarakat dengan tujuan terciptanya keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
A. DEFINISI PENGENDALIAN SOSIAL
Social control
atau pengendalian sosial adalah sesuatu yang nyata dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk upaya untuk menciptakan kondisi yang mereka inginkan. Ada beberapa pendapat tentang definisi pengendalian sosial, antara lain:
Astrid S. Susanto mengemukakan, bahwa pengendalian sosial adalah kontrol yang bersifat psikologis dan nonfisik karena merupakan “tekanan mental” terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan penilaian dalam kelompok tersebut.
Joseph Roucek mengemukakan bahwa pengendalian sosial merupakan segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah/norma/aturan yang berlaku di masyarakat.
Menurut Berger, pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkananggotanya yang membangkang.
Karel Veeger
mendefinisikan pengendalian sosial sebagai kelanjutan dari proses sosialisasi dan berhubungan dengan cara-cara dan metode-metode yang dipergunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat, yang jika dijalankan secara efektif, perilaku individu akan konsisten dengan tipe perilaku yang diharapkan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut pengendalian sosial (Social Control).
Menurut Koentjaraningrat
, ada tiga proses sosial yang perlu mendapat pengendalian sosial, yaitu:1.Ketegangan sosial yang terjadi antara adat-istiadat dan kepentingan individu.2.Ketegangan sosial yang terjadi karena adanya pertemuan antar golongan khusus.3.Ketegangan sosial yang terjadi karena golongan yang melakukan penyimpangan secara sengaja menentang tata kelakuan atau peraturan.
B. JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian sosial? Berdasarkan pihak yang melakukan pengendalian soaial, jenis-jenis pengendalian sosial terdiri dari:
1.Pengendalian individu terhadap individu lain.
Hal ini terjadi jika individu melakukan pengawasan terhadap individu lain, baik disadari maupun tidak. Contohnya:Guru yang menasehati muridnya yang berbuat kesalahan Amir menyuruh adiknya agar berhenti berteriak-teriak. Tono mengawasi adiknya agar tidak berkelahi.
2.Pengawasan individu dengan kelompok.
Guru mengawasi ujian di kelas. Polisi mengatur lalu lintas. Bapak memerintah anak-anaknya untuk segera belajar dari pada ribut terus.Dari contoh di atas guru, polisi, dan bapak sebagai individu yang melakukan pengendalian sosial terhadap kelompok individu, yaitu murid, pengguna jalan dan anak-anak.
3.Pengawasan kelompok dengan individu.
Bapak dan Ibu Nabil selalu mengontrol perilaku anak tunggalnya. Kawanan massa menghajar seorang pencopet. Tim gabungan polisi yang menangkap seorang pengedar narkobaDari contoh di atas Bapak dan Ibu, kawanan massa , dan tim gabungan polisi merupakan kelompok pengendali sosial terhadap seorang individu, yaitu anak tunggal, seorang pencopet, dan pengedar narkoba.
4.Pengawasan antar kelompok.
Contoh: Pengawasan oleh KPK kepada DPRDua perusahaan yang melakukan joint venture (patungan) selalu melakukan saling pengawasan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dua atau lebih negara berkembang bergabung dalam pengawasan peredaran obat-obatan terlarang. Dari contoh di atas, KPK, kelompok orang dalam perusahaan, BPK dan Negara yang mengawasi atau sebagai pengendali sosial kelompok lain yaitu DPR, perusahaan, Depdiknas dan negara berkembang.
C. SIFAT PENGENDALIAN SOSIAL
Bagaimana masyarakat melakukan pengendalian sosial terhadap perilaku anggotanya? Ada dua sifat yang dipakai dalam pengendalian sosial, yaitu :
1.Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran
, artinya mementingkan pada pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran. Contoh: Seoarang bapak menasehati anaknya agar tidak merokok Untuk mencegah anaknya berkelahi Ibu Amir menyuruh anak-anaknya tidak bermain di luar rumah. Tidak bosan-bosannya guru menasehati murid-muridnya untuk segera pulang dan tidak nongkrong-nongkrong dulu di jalanan; untuk menghindari terjadinya tawuran pelajar, merokok atau terlibat narkoba.
2.Represif: adalah pengendalian sosial yang dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan (deviasi). Pengendalian sosial ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindakan penyimpangan.Contoh pengendalian represif yang betul, misalnya : Pemberian hukuman bagi seseorang yang melakukan pelanggaranHakim menjatuhkan hukuman kepada terpidana. Pak Darmawan di PHK karena korupsi.
D. TEKNIK PENGENDALIAN SOSIAL
Kita sering mendengar, membaca dan melihat banyaknya penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Terjadinya tawuran antara kelompok masyarakat yang kadang-kadang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan), pembunuhan, perampokan, kasus narkoba dan lain-lain. Dengan berbagai peristiwa tersebut, apakah yang bisa kita lakukan? Bagaimana cara pengendalian sosial yang sebaiknya dilakukan kelompok masyarakat tersebut? Bagaimana cara Anda mengatasinya bila itu terjadi di lingkungan Anda? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan reflektif yang mengingatkan kita sebagai mahluk sosial.Bila dilihat dari segi cara pengendaliannya, dapat dikelompokkan dalam beberapa cara/teknik, yaitu:
a. Persuasif
Persuasif merupakan cara pengendalian tanpa kekerasan. Cara pengendalian lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku di masyarakat, terkesan halus dan berupa ajakan atau himbauan. Contoh:
1. Tokoh masyarakat membina warganya yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama, mentaati peraturan, dan menjaga etika pergaulan..
2.Seorang ibu dengan penuh kasih sayang menasehati anaknya yang ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan orang lain. Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia akan menjadi orang terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
3. Guru membina dan menasehati muridnya yang ketahuan merokok di sekolah. Dengan penuh kewibawaan dan kesabaran guru tersebut menanamkan pengertian bahwa merokok itu merusak kesehatan, merugikan orang lain, dan juga merupakan pemborosan.
b. Koersif
Cara koersif lebih menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan
kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras. Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara persuasif, contoh:
1. Massa menghajar perampas sepeda motor agar jera. Tindakan tersebut sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim sendiri. Namun cara tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para perampas sepeda motor lainnya takut untuk berbuat serupa.
2. Penerapan hukuman mati bagi pelaku kejahatan. Hal ini dilakukan agar para pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat menjadi takut untuk melakukan tindak kejahatan.
3.Orang tua yang menjewer telinga anaknya yang nakal. Hal ini dilakukan dengan harapan anaknya tidak melakukan kesalahan lagi.
E. CARA DAN BENTUK PENGENDALIAN SOSIAL
Robert M.Z Lawang
mengemukakan beberapa cara dan bentuk pengendalian sosial yang biasanya dilakukan orang dalam suatu masyarakat untuk mengontrol perilaku orang lain yang menyimpang, antara lain:
1.Desas-desus (Gosip), yaitu “kabar burung” atau “kabar angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mengangkat popularitas seseorang, misalnya artis, pejabat, dsb.
2.Kekerasan Fisik, dilakukan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu. Contoh:
• Seorang bapak memukul anaknya karena membantah dan berani kepada orang tua.
• Rumah dukun santet dibakar.
• Petugas keamanan menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.
3.Hukuman
(Punishment), adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat.
4.Intimidasi, yaitu berhubungan dengan segala hal yang membuat pelaku menjadi takut sehingga ia mengakui perbuatannya. Intimidasi biasanya berupa ancaman, misalnya: penetapan hukuman mati
bagi pengedar narkoba merupakan ancaman agar tidak ada lagi yang berani mengedarkan narkoba.
5.Ostratisme, yaitu pengendalian dengan cara pengucilan. Hal ini dilakukan agar orang menyadari perbuatannya sehingga ia bisa berbaur kembali dengan orang lain. Misalnya, anak yang sombong dikucilkan dan dijauhi oleh teman-temannya.
F. FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Kalian sudah mempelajari dan memahami uraian tentang pengendalian sosial, dan ternyata pada hakikatnya ada dua fungsi pengendalian sosial, yaitu:
1. Meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma.
Usaha ini ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Melalui pendidikan formal ditanamkan kepada peserta didik kesadaran untuk patuh aturan, sadar hukum dan sebagainya melalui mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Melalui pendidikan non formal, mass media dan alat-alat komunikasi menyadarkan warga masyarakat untuk beretika baik, tertib lalu lintas, dan sebagainya.
2. Mempertebal kebaikan norma.
Hal ini dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan legenda, hikayat-hikayat, cerita-cerita rakyat maupun cerita-cerita agama yang memiliki nilai-nilai terpuji, contohnya cerita Malin Kundang, cerita Nabi Sulaiman, dan sebagainya.
(SOCIAL CONTROL)
Akhir-akhir ini sering kita membaca, mendengar dan melihat banyak terjadi kasus penyimpangan di masyarakat. Pembunuhan, mutilasi, pemerkosaan, penipuan, narkoba dan sebagainya, selalu menjadi berita utama di media massa. Masyarakat semakin dibuat resah dengan berbagai peristiwa tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan, baik secara preventif maupun represif, untuk mengendalikan berbagai penyimpangan yang terjadi di masyarakat.
Berbagai analisa bergulir terhadap terjadinya sebuah kasus, tetapi terkadang tindakan solutif dan preventif tidak terealisasi. Artinya, penyimpangan sosial tetap menjadi tontonan dan momok bagi masyarakat. Timbul pertanyaan, mengapa banyak terjadi penyimpangan sosial?
Bisakah terbentuk sebuah masyarakat tanpa penyimpangan?
Upaya untuk mengantisipasi dan memberikan solusi terhadap penyimpangan sosial dikenal dengan pengendalian sosial (social control).
Pengendalian sosial merupakan sebuah proses yang direncanakan atau tidak direncanakan dengan tujuan mengajak, membimbing, bahkan memaksa masyarakat agar mematuhi nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku, atau dengan kata lain pengendalian sosial merupakan tindakan pengawasan terhadap perilaku anggota masyarakat agar tidak melakukan penyimpangan.
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa lepas dari orang lain. Interkasi sosial merupakan bentuk dari hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Dalam berinteraksi tersebut tidak jarang timbul masalah, misalnya terjadi beda pendapat, salah paham, berselisih dam kemudian berkelahi.
Adu fisik terkadang dianggap sebagai alternatif penyelesaian masalah, padahal kenyataannya justru menambah masalah baru. Benar tidak ? Pernahkah kalian berbuat seperti itu? Bagaimana sikap kita jika timbul masalah dengan orang lain? Tentunya kita semua berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan akan kembali pada situasi dan kondisi semula, sehingga akan terwujud suatu keseimbangan sosial (social equilibrium).
Hal penting yang perlu diperhatikan, bahhwa untuk menciptakan keseimbangan sosial tersebut diperlukan upaya-upaya menghilangkan penyimpangan-penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Perhatikan gambar berikut ini. Gambar disamping adalah pihak keamanan atau kepolisian yang merupakan salah satu agen dalam pengendalian sosial, dimana kepolisian memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menghilangkan berbagai bentuk penyimpangan di masyarakat dengan tujuan terciptanya keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
A. DEFINISI PENGENDALIAN SOSIAL
Social control
atau pengendalian sosial adalah sesuatu yang nyata dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk upaya untuk menciptakan kondisi yang mereka inginkan. Ada beberapa pendapat tentang definisi pengendalian sosial, antara lain:
Astrid S. Susanto mengemukakan, bahwa pengendalian sosial adalah kontrol yang bersifat psikologis dan nonfisik karena merupakan “tekanan mental” terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan penilaian dalam kelompok tersebut.
Joseph Roucek mengemukakan bahwa pengendalian sosial merupakan segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah/norma/aturan yang berlaku di masyarakat.
Menurut Berger, pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkananggotanya yang membangkang.
Karel Veeger
mendefinisikan pengendalian sosial sebagai kelanjutan dari proses sosialisasi dan berhubungan dengan cara-cara dan metode-metode yang dipergunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat, yang jika dijalankan secara efektif, perilaku individu akan konsisten dengan tipe perilaku yang diharapkan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut pengendalian sosial (Social Control).
Menurut Koentjaraningrat
, ada tiga proses sosial yang perlu mendapat pengendalian sosial, yaitu:1.Ketegangan sosial yang terjadi antara adat-istiadat dan kepentingan individu.2.Ketegangan sosial yang terjadi karena adanya pertemuan antar golongan khusus.3.Ketegangan sosial yang terjadi karena golongan yang melakukan penyimpangan secara sengaja menentang tata kelakuan atau peraturan.
B. JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian sosial? Berdasarkan pihak yang melakukan pengendalian soaial, jenis-jenis pengendalian sosial terdiri dari:
1.Pengendalian individu terhadap individu lain.
Hal ini terjadi jika individu melakukan pengawasan terhadap individu lain, baik disadari maupun tidak. Contohnya:Guru yang menasehati muridnya yang berbuat kesalahan Amir menyuruh adiknya agar berhenti berteriak-teriak. Tono mengawasi adiknya agar tidak berkelahi.
2.Pengawasan individu dengan kelompok.
Guru mengawasi ujian di kelas. Polisi mengatur lalu lintas. Bapak memerintah anak-anaknya untuk segera belajar dari pada ribut terus.Dari contoh di atas guru, polisi, dan bapak sebagai individu yang melakukan pengendalian sosial terhadap kelompok individu, yaitu murid, pengguna jalan dan anak-anak.
3.Pengawasan kelompok dengan individu.
Bapak dan Ibu Nabil selalu mengontrol perilaku anak tunggalnya. Kawanan massa menghajar seorang pencopet. Tim gabungan polisi yang menangkap seorang pengedar narkobaDari contoh di atas Bapak dan Ibu, kawanan massa , dan tim gabungan polisi merupakan kelompok pengendali sosial terhadap seorang individu, yaitu anak tunggal, seorang pencopet, dan pengedar narkoba.
4.Pengawasan antar kelompok.
Contoh: Pengawasan oleh KPK kepada DPRDua perusahaan yang melakukan joint venture (patungan) selalu melakukan saling pengawasan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dua atau lebih negara berkembang bergabung dalam pengawasan peredaran obat-obatan terlarang. Dari contoh di atas, KPK, kelompok orang dalam perusahaan, BPK dan Negara yang mengawasi atau sebagai pengendali sosial kelompok lain yaitu DPR, perusahaan, Depdiknas dan negara berkembang.
C. SIFAT PENGENDALIAN SOSIAL
Bagaimana masyarakat melakukan pengendalian sosial terhadap perilaku anggotanya? Ada dua sifat yang dipakai dalam pengendalian sosial, yaitu :
1.Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran
, artinya mementingkan pada pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran. Contoh: Seoarang bapak menasehati anaknya agar tidak merokok Untuk mencegah anaknya berkelahi Ibu Amir menyuruh anak-anaknya tidak bermain di luar rumah. Tidak bosan-bosannya guru menasehati murid-muridnya untuk segera pulang dan tidak nongkrong-nongkrong dulu di jalanan; untuk menghindari terjadinya tawuran pelajar, merokok atau terlibat narkoba.
2.Represif: adalah pengendalian sosial yang dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan (deviasi). Pengendalian sosial ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindakan penyimpangan.Contoh pengendalian represif yang betul, misalnya : Pemberian hukuman bagi seseorang yang melakukan pelanggaranHakim menjatuhkan hukuman kepada terpidana. Pak Darmawan di PHK karena korupsi.
D. TEKNIK PENGENDALIAN SOSIAL
Kita sering mendengar, membaca dan melihat banyaknya penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Terjadinya tawuran antara kelompok masyarakat yang kadang-kadang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan), pembunuhan, perampokan, kasus narkoba dan lain-lain. Dengan berbagai peristiwa tersebut, apakah yang bisa kita lakukan? Bagaimana cara pengendalian sosial yang sebaiknya dilakukan kelompok masyarakat tersebut? Bagaimana cara Anda mengatasinya bila itu terjadi di lingkungan Anda? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan reflektif yang mengingatkan kita sebagai mahluk sosial.Bila dilihat dari segi cara pengendaliannya, dapat dikelompokkan dalam beberapa cara/teknik, yaitu:
a. Persuasif
Persuasif merupakan cara pengendalian tanpa kekerasan. Cara pengendalian lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku di masyarakat, terkesan halus dan berupa ajakan atau himbauan. Contoh:
1. Tokoh masyarakat membina warganya yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama, mentaati peraturan, dan menjaga etika pergaulan..
2.Seorang ibu dengan penuh kasih sayang menasehati anaknya yang ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan orang lain. Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia akan menjadi orang terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
3. Guru membina dan menasehati muridnya yang ketahuan merokok di sekolah. Dengan penuh kewibawaan dan kesabaran guru tersebut menanamkan pengertian bahwa merokok itu merusak kesehatan, merugikan orang lain, dan juga merupakan pemborosan.
b. Koersif
Cara koersif lebih menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan
kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras. Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara persuasif, contoh:
1. Massa menghajar perampas sepeda motor agar jera. Tindakan tersebut sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim sendiri. Namun cara tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para perampas sepeda motor lainnya takut untuk berbuat serupa.
2. Penerapan hukuman mati bagi pelaku kejahatan. Hal ini dilakukan agar para pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat menjadi takut untuk melakukan tindak kejahatan.
3.Orang tua yang menjewer telinga anaknya yang nakal. Hal ini dilakukan dengan harapan anaknya tidak melakukan kesalahan lagi.
E. CARA DAN BENTUK PENGENDALIAN SOSIAL
Robert M.Z Lawang
mengemukakan beberapa cara dan bentuk pengendalian sosial yang biasanya dilakukan orang dalam suatu masyarakat untuk mengontrol perilaku orang lain yang menyimpang, antara lain:
1.Desas-desus (Gosip), yaitu “kabar burung” atau “kabar angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mengangkat popularitas seseorang, misalnya artis, pejabat, dsb.
2.Kekerasan Fisik, dilakukan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu. Contoh:
• Seorang bapak memukul anaknya karena membantah dan berani kepada orang tua.
• Rumah dukun santet dibakar.
• Petugas keamanan menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.
3.Hukuman
(Punishment), adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat.
4.Intimidasi, yaitu berhubungan dengan segala hal yang membuat pelaku menjadi takut sehingga ia mengakui perbuatannya. Intimidasi biasanya berupa ancaman, misalnya: penetapan hukuman mati
bagi pengedar narkoba merupakan ancaman agar tidak ada lagi yang berani mengedarkan narkoba.
5.Ostratisme, yaitu pengendalian dengan cara pengucilan. Hal ini dilakukan agar orang menyadari perbuatannya sehingga ia bisa berbaur kembali dengan orang lain. Misalnya, anak yang sombong dikucilkan dan dijauhi oleh teman-temannya.
F. FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Kalian sudah mempelajari dan memahami uraian tentang pengendalian sosial, dan ternyata pada hakikatnya ada dua fungsi pengendalian sosial, yaitu:
1. Meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma.
Usaha ini ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Melalui pendidikan formal ditanamkan kepada peserta didik kesadaran untuk patuh aturan, sadar hukum dan sebagainya melalui mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Melalui pendidikan non formal, mass media dan alat-alat komunikasi menyadarkan warga masyarakat untuk beretika baik, tertib lalu lintas, dan sebagainya.
2. Mempertebal kebaikan norma.
Hal ini dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan legenda, hikayat-hikayat, cerita-cerita rakyat maupun cerita-cerita agama yang memiliki nilai-nilai terpuji, contohnya cerita Malin Kundang, cerita Nabi Sulaiman, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar